Daftar isi
Prosedur sertifikasi halal di Indonesia
Pelaku usaha yang ingin melaksanakan sertifikasi halal harus membuat surat permohonan secara tertulis yang nantinya akan ditujukan kepada MUI. Diperlukan beberapa tahapan yang harus dilalui. Mekanismenya antara lain:
1. BPJPH
Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal kepada BPJPH. Dokumen yang diperlukan antara lain data pelaku usaha seperti nama, jenis produk, daftar produk, bahan produk, dan proses pengolahan produk.
2. LPH
Jika sudah mengajukan permohonan dan menyertakan persyaratan dokumen, maka pelaku usaha dapat memilih LPH untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. LPH juga akan dipilih oleh BPJPH. BPJPH akan menetapkan LPH yang dipilih oleh pelaku usaha dengan asumsi waktu paling lama lima hari sejak dokumen dinyatakan lengkap.
LPH bisa didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Misalnya, kita pasti tahu LPPOM-MUI. LPPOM-MUI adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia yang berdiri sejak tahun 1988 dan menjadi lembaga sertifikasi halal pertama di Indonesia.
3. Auditor Halal
Auditor halal merupakan tim dari LPH yang melaksanakan pemeriksaan produk. Tim auditor ditetapkan oleh BPJPH. Tugas mereka adalah melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Auditor halal dilaksanakan di lokasi usaha pada saat proses produksi dan/atau di laboratorium.
Hasil pemeriksaan produk dan proses produksi akan menentukan tahapan selanjutnya. Apabila ditemukan bahan produk yang diragukan kehalalannya, maka akan dilakukan pengujian bahan di laboratorium.
Pengujian bahan akan dilakukan di laboratorium LPPOM MUI apabila pelaku usaha memilih LPH dari LPPOM MUI (dengan persetujuan BPJPH). Nantinya, hasil pemeriksaan dan pengujian bahan dan proses produksi akan diserahkan kepada BPJPH.
4. MUI
MUI adalah Lembaga independen yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. MUI berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
Dalam proses sertifikasi halal, MUI bertugas untuk melakukan penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian dari LPH kemudian diserahkan ke BPJPH. Kemudian, hasil pemeriksaan dan/atau pengujian tersebut disampaikan oleh BPJPH kepada MUI.
Selanjutnya MUI menetapkan kehalalan produk tersebut melalui sidang fatwa halal. Waktu untuk sidang fatwa halal paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH.