Pengaruh penyimpanan terhadap kandungan vitamin C cabai
Tekstur
Perubahan tekstur cabai disebabkan adanya aktivitas enzim pektin oksidase. Proses pematangan ini menyebabkan pektin tidak mampu mengikat air. Sehingga semakin lama, cabai semakin kehilangan air dan menyebabkan tekturnya semakin lunak hingga akhirnya membusuk (Wulandari dkk., 2012).
Agar proses pembusukannya tertunda, cabai harus disimpan pada suhu dingin. Suhu dingin akan menghambat pertumbuhan mikroba, menghambat respirasi, aktivitas enzim, dan metabolisme (Rachmawati dkk., 2009).
Cabai yang sudah dipanen tetap mengalami metabolisme transpirasi dan respirasi yang akan melepaskan H2O. Sehingga, selama penyimpanan, cabai akan mengalami susut bobot. Kandungan Vitamin C di dalamnya juga akan berkurang selama disimpan. Adanya respirasi dan oksidasi dipengaruhi oleh akibat adanya kontak dengan udara. Selama oksidasi, vitamin C ini terdegradasi dan tidak memiliki kemampuan aktivitas antioksidan lagi (Winarno, 1989 dalam Rachmawati dkk., 2009).
Vitamin C
Suhu panas dan oksigen menyebabkan kelayuan pada cabai selama disimpan. Cabai yang layu menunjukkan adanya proses oksidasi dan respirasi. Hal ini juga menyebabkan kandungan vitamin C-nya menurun (Trenggono dkk., 1990 dalam Rachmawati dkk., 2009).
Vitamin C cabai akan bertahan jika disimpan pada suhu 10oC selama 5 hari. Lebih dari itu kondisi cabai akan semakin tidak segar, dan banyak kandungan vitamin C-nya yang hilang. Apalagi jika cabai disimpan di suhu ruang saja (Rachmawati dkk., 2009).
Penyimpanan pada suhu ruang menyebabkan adanya penguapan air. Ketika terjadi penguapan air, maka struktur sel menjadi layu. Sel akan melepaskan enzim askorbat oksidase yang akan mengoksidasi vitamin C. pada saat ini vitamin C menjadi rusak dan tidak lagi memiliki aktivitas antioksidan (Gaman dan Serington, 1992 dalam Rachmawati dkk., 2009).
Cara menyimpan cabai yang efektif adalah dengan mengatur suhu penyimpanan. Selain itu, bahan kemasan juga sangat penting untuk diperhatikan.